Kaltenghits.com – Konten pornografi yang diunggah dan bisa diakses oleh publik sekali pun berbayar seperti di situs Onlyfans, tetap dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Hal itu disampaikan pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar.
Dalam hal ini Fickar mengomentari proses hukum yang menyeret konten kreator Gusti Ayu Dewanti alias Dea atas kasus dugaan penyebaran konten pornografi di aplikasi OnlyFans.
“Pornografi disebar dalam platform apa pun sepanjang itu bisa diakses publik sekali pun berbayar tetap dikategorikan sebagai tindak pidana pornografi,” ujar Fickar kepada CNNIndonesia.com melalui keterangan tertulis, Senin (28/3).
Sebagai informasi, OnlyFans dirilis di Inggris sejak 2016. Mulanya aplikasi dibangun sebagai media sosial berbasis langganan di mana pengguna dapat menjual atau membeli konten orisinal.
Ketika digunakan sebagai situs dewasa, kreator dapat mengunggah video dan foto vulgar ke akun mereka yang terhubung dengan sistem pembayaran.
Untuk mendapatkan akses ke konten, pengguna harus membayar biaya berlangganan bulanan yang berkisar antara US$4,99 hingga US$49,99 atau sekitar Rp71 ribu sampai Rp717 ribuan (kurs Rp14.343).
Sementara terkait dengan langkah kepolisian yang belum menahan Dea, Fickar tidak bisa mengomentari banyak karena sampai sejauh ini ia tidak mengetahui Pasal yang diterapkan.
“Kalau soal ditahan atau tidak, itu diskresi polisi. Dalam tindak pidana yang ancaman hukumannya 5 tahun ke atas, apakah delik pornografi ini ancamannya 5 tahun lebih, kalau ya, itu diskresi polisi. Kalau ancamannya di bawah 5 tahun, itu memang tidak bisa ditahan,” tutur Fickar.
Di pihak lain, salah satu pengacara dari Dea Onlyfans, Abdillah, mengklaim ada zona abu-abu dalam kasus yang menjerat kliennya itu lantaran situs Onlyfans tidak bisa diakses menggunakan server Indonesia.
“Jadi pada intinya kita tidak mengelak, cuma kita menggaris bawahi ada zona abu-abu itu besar terkait dengan Onlyfans itu sendiri,” kata dia, di Polda Metro Jaya, Senin (28/3).
Menurutnya, Onlyfans bersifat privat. Artinya, situs tersebut tak bisa diakses oleh semua orang.
“Jadi kalau konteks publik itu sendiri kalau menurut kami, publik itu bisa diakses dan dikonsumsi sama khalayak umum tanpa terkecuali. Sedangkan Onlyfans itu enggak, Onlyfans hanya beberapa orang saja yang bisa mengakses dan sifatnya tertutup,” dalihnya.
Atas dasar ini, Abdillah meminta kepada pemerintah, khususnya Kominfo, agar lebih tegas dalam menangani pornografi di berbagai situs.
“Jangan sampai ada Dea-Dea yang lain yang jadi korban atas keabu-abuan atas permasalahan terkait Onlyfans itu sendiri, mengingat onlyfans itu sendiri tidak diatur, tidak diakui dan servernya juga enggak ada di Indonesia,” ujarnya.
Dalam kesempatan sama, Herlambang Ponco yang juga pengacara Dea mengungkapkan bahwa kliennya mengunggah konten di Onlyfans itu untuk kepentingan pribadi.
“Karena klien kami merasa ini ada tempatnya sendiri. Sesuai dengan porsinya sesuai dengan wadahnya sesuai dengan yang saya sampaikan,” ujarnya.
Meski demikian, Herlambang tak menampik ada keuntungan yang diperoleh Dea atas konten yang diunggahnya.
“Sejatinya mbak Dea itu memblokir atas segala negara dari Indonesia. Negara dari Indonesia pun diblokir. Kalau misalkan ada orang yang jumping ke sana bahwa ada kenegaraan Indonesia itu sudah diblokir sama si Dea itu sendiri,” tuturnya.
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Auliansyah Lubis mengatakan Dea ditangkap di Malang, Jawa Timur, Kamis (24/3) malam.
Auliansyah belum menjelaskan secara rinci terkait kasus ini. Termasuk soal kronologi penangkapan Dea. Ia hanya menyebut bahwa Dea langsung dibawa ke Polda Metro Jaya usai penangkapan.