JAKARTA, KaltengHits.com — Proyek senilai Rp6,33 milyar tahun anggaran 2016 dari Kementerian PU untuk Pembangunan Infrastruktur Pemukiman Kumuh di Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, sudah mendapat pemeriksaan dan audit oleh Inspektorat Jenderal Kemenetrian PU. Bahkan, awal pekerjaan mendapat pendampingan hukum dari Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah.
Hasilnya, dalam pekerjaan itu tidak ditemukan ada masalah, mulai dari tekhnis pekerjaan dan juga administrasi dengan buktinya sudah dikeluarkannya berita telah dinyatakan tuntas oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Sebagaimana yang dapat dibuktikan dengan Berita Acara Pembahasan Kegiatan Pembahasan dan Monitoring/Evaluasi Penuntasan Temuan Audit Inspektorat Jenderal Semester I Tahun 2018, Nomor:/ KPTS/ IJ/ 2018, tanggal 13 September 2018.
Berita Acara Tuntas tersebut adalah sebuah produk hukum administrasi yang diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dalam kedudukannya sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang diberikan kewenangan untuk melaksanakan pengawasan internal.
Pengawasan meliputi seluruh proses kegiatan audit, review, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain, terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
Hal itu dikatakan oleh Yupie Hendra (YH) dalam surat yang diterima redaksi, Kejaksaan Negeri Pulang Pisau tidak mengindahkan Berita Acara Tuntas dari Inspektorat Jenderal Pekerjaan Umum. Bahkan kegiatan Proyek Pembangunan Infrastruktur Permukiman Kumuh, mendapat pendampingan hukum (legal asistance) oleh Kejaksaan Tinggi Kalteng yang dalam Kesepakatan Bersama/MoU (Memorandum of Understanding) tentang Penanganan Masalah Hukum di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, tanggal 19 Oktober 2016.
“Dan ini merupakan sebuah tindakan yang patut diduga telah terdapat Abuse Of Power atau perbuatan sewenang-wenang dalam jabatan dan kewenangan konstitusinya terhadap diri saya,” kata YH dalam suratnya ke redaksi.
Sebab hal-hal tersebut sangat bertentangan dengan istruksi dan himbauan Jaksa Agung RI yang dituangkan dalam Surat Nomor: R – 19/ D/ DS/ 01/ 2018, perihal Optimalisasi Pelaksanaan TP4, tanggal 15 Januari 2018.
Bahkan langkah yang diambil Kejaksaan Negeri Pulang Pisau, sangat bertentangan dengan 8 Perintah Presiden RI Ir. Joko Widodo, yaitu
- Kebijakan dan diskresi pemerintah daerah tidak boleh dipidanakan;
- Tindakan administrasi harus dibedakan dengan yang memang berniat korupsi. Aturan BPK jelas, mana pengembalian dan yang bukan;
- Temuan BPK masih diberi peluang perbaikan 60 hari. Sebelum waktu itu habis, penegak hukum tidak boleh masuk dulu;
- Kerugian negara harus konkret, tidak mengada-ngada;
- Kasus dugaan korupsi tidak boleh diekspos di media secara berlebihan sebelum tahap penuntutan;
- Pemda tidak boleh ragu mengambil terobosan untuk membangun daerah;
- Perintah ada pengecualian untuk kasus dugaan korupsi yang berawal dari operasi tangkap tangan (OTT);
- Setelah perintah itu, jika masih ada kriminalisasi kebijakan, Kapolda-Kapolres dan Kajati-Kajari akan dicopot.
Diketahui, Kejaksaan Negeri Pulang Pisau “terkesan” memaksakan pengusutan dugaan korupsi, padahal tahun 2019, Kejaksaan kalah saat di Praperadilan oleh Yupie Hendra (YH), setelah 4 tahun baru kasus dilanjutkan dan menjadikan YH tersangka. Sehingga mendapat sorotan dari Pengamat Ahli Pidana Agustinus Pohan, dengan mendorong pihak keluarga untuk melaporkan penyidik Kejaksaan ke Komisi Kejaksaan dan melakukan Prapradilan kedua kalinya. (*red) Bersambung……