PALANGKA RAYA, Kaltenghits.com – Kebijakan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) terkait penertiban angkutan Over Dimension Over Loading (ODOL) kembali menjadi sorotan. Meski sempat menuai penolakan dari berbagai pihak, termasuk viralnya video pernyataan sikap dari Aksi Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) di media sosial, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kalteng, Sudarsono, menyatakan dukungannya penuh terhadap langkah Gubernur Kalteng.
Menurut Sudarsono, kebijakan penertiban ODOL ini adalah langkah yang tepat dan krusial untuk menjaga ketertiban lalu lintas di wilayah Kalteng. Lebih dari itu, ia menekankan bahwa penertiban ini esensial untuk mencegah kerusakan infrastruktur jalan yang dapat mengakibatkan kerugian finansial besar bagi negara.
Kerusakan jalan akibat muatan berlebih bukan hanya menghambat arus logistik, tetapi juga membahayakan pengguna jalan lainnya. Meski demikian, dukungan Sudarsono tidak serta merta tanpa catatan. Ia mengingatkan agar Pemerintah Provinsi Kalteng juga tetap memperhatikan kondisi para pelaku usaha transportasi, khususnya pemilik armada dengan tonase kecil.
Penting untuk tidak hanya fokus pada penegakan aturan, tetapi juga pada dampak ekonomi yang mungkin dirasakan oleh para sopir dan pengusaha kecil.
“Meski kami mendukung kebijakan gubernur, kami juga menyarankan agar pemerintah memiliki langkah konkret untuk berdialog dengan para pihak terkait. Khususnya pelaku usaha industri dan pengguna jasa angkutan,” kata Sudarsono, pada Senin (21/7/2025).
Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya pendekatan yang seimbang antara penegakan hukum dan keberlangsungan ekonomi masyarakat. Dialog diharapkan dapat menemukan solusi terbaik yang tidak merugikan salah satu pihak.
Salah satu aspek krusial yang disoroti Sudarsono adalah perlunya evaluasi terhadap besaran upah angkut, terutama untuk angkutan Crude Palm Oil (CPO). Menurutnya, upah angkut CPO selama ini masih dianggap belum seimbang dengan biaya operasional. Kondisi ini, kata Sudarsono, secara tidak langsung justru mendorong para sopir dan pengusaha kecil untuk memaksakan penggunaan truk bermuatan lebih besar demi mencapai efisiensi biaya.
“Kami juga pernah menerima aspirasi dari rekan-rekan pemilik truk tonase kecil, sekitar 8 ton. Intinya, mereka berharap ada penyesuaian upah angkutan. Kalau tidak ada peningkatan tarif, maka solusi bagi mereka adalah mengganti armada dengan kapasitas lebih besar,” jelasnya.
Situasi ini menciptakan dilema bagi pengusaha angkutan kecil: patuh pada aturan ODOL dengan risiko kerugian finansial karena upah angkut yang rendah, atau melanggar aturan demi kelangsungan usaha. Penyesuaian tarif angkut yang lebih adil dapat menjadi solusi untuk mengurangi praktik ODOL secara sukarela, tanpa harus sepenuhnya mengandalkan penindakan.
Dukungan DPRD Kalteng terhadap penertiban ODOL adalah langkah positif untuk menciptakan ketertiban di jalan raya. Namun, pesan dari Sudarsono sangat jelas, keberhasilan kebijakan ini juga bergantung pada kemampuan pemerintah untuk berdialog dan mencari solusi komprehensif yang mempertimbangkan kondisi ekonomi para pelaku usaha transportasi, terutama segmen kecil.
Dengan begitu, penertiban ODOL tidak hanya menjadi bentuk penegakkan hukum, tetapi juga pendorong terciptanya ekosistem transportasi yang lebih adil dan berkelanjutan di Kalimantan Tengah. (Red)