KASONGAN, Kaltenghits.com – Aula Dinas Pendidikan Kabupaten Katingan tampak lebih hidup pada Sabtu pagi (16/8/2025). Suara riuh rendah siswa SMP bercampur dengan aroma semangat kemerdekaan yang masih terasa di udara bulan Agustus.
Di atas panggung sederhana, spanduk bertuliskan “Lomba Pidato Bahasa Indonesia Tingkat SMP se-Kabupaten Katingan” menjadi latar. Namun, yang paling menyedot perhatian adalah kehadiran seorang perempuan yang sejak awal setia mendampingi para peserta—Sumiati Saiful, Bunda PAUD sekaligus Bunda Literasi Katingan.
Sumiati datang bukan sekadar menghadiri acara seremonial. Ia berjalan menyapa siswa, berbicara ringan dengan guru pendamping, bahkan sesekali menepuk bahu anak-anak yang tampak gugup menunggu giliran. Kehadirannya memberi suasana akrab, seolah lomba ini bukan hanya ajang kompetisi, melainkan ruang belajar bersama yang penuh dukungan.
“Literasi itu bukan teori, melainkan kebiasaan yang harus ditanamkan sejak dini,” ucapnya dalam sambutan. Kalimatnya sederhana, tetapi terasa menggugah.
Ia melanjutkan, “Saya ingin anak-anak kita berani bicara, berani menyampaikan pendapat. Karena keberanian itu akan menjadi modal mereka untuk melangkah lebih jauh dalam pendidikan maupun kehidupan.”
Kata-katanya seperti suluh kecil yang menyalakan api semangat di hati para siswa. Banyak yang datang dengan wajah tegang, menggenggam teks pidato erat-erat. Namun ketika giliran tampil tiba, mereka maju dengan langkah lebih percaya diri—seolah tatapan penuh dukungan dari Bunda Literasi memberi kekuatan baru.
Salah seorang peserta, siswi kelas VIII dari SMP di Katingan Hilir, sempat hampir menangis karena gugup. Tapi ketika menoleh dan melihat senyum Sumiati dari bangku tamu kehormatan, ia menghela napas panjang lalu mulai berbicara lantang. Meski terbata-bata di awal, pidatonya mengalir hingga akhir, disambut tepuk tangan meriah. Di antara gemuruh itu, Sumiati berdiri dan memberi apresiasi dengan wajah bangga.
Lomba pidato ini memang digelar untuk memeriahkan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, tetapi bagi Sumiati, maknanya jauh lebih dalam. Ia melihat kegiatan ini sebagai investasi jangka panjang bagi anak-anak Katingan.
“Kalau budaya literasi sudah menjadi kebiasaan, anak-anak kita tidak hanya cerdas membaca, tetapi juga cerdas menyampaikan gagasan. Itu yang akan membentuk karakter dan percaya diri mereka,” tuturnya.
Hari itu, satu per satu peserta maju ke panggung, menyampaikan orasi di hadapan dewan juri. Ada yang suaranya lantang, ada pula yang pelan namun penuh makna. Ada yang sesekali salah ucap, tetapi tetap berusaha menyelesaikan pidato hingga tuntas. Semua itu seakan menjadi potret nyata perjuangan belajar: keberanian yang lahir dari proses, bukan dari kesempurnaan.
Di akhir acara, para guru dan orang tua yang hadir sepakat bahwa lomba pidato ini bukan sekadar kompetisi. Ia telah menjadi ruang pengasuhan—tempat anak-anak belajar menumbuhkan kepercayaan diri, sementara para pendidik dan Bunda Literasi hadir sebagai teladan dan pendorong.
Sumiati Saiful pulang dari aula hari itu dengan langkah ringan. Senyum-senyum kecil para siswa yang berhasil melewati rasa takut mereka adalah hadiah paling berharga. Sebagai Bunda Literasi, ia sadar bahwa perjuangan masih panjang, tetapi lomba sederhana ini telah menyalakan nyala kecil di hati generasi muda Katingan. Nyala yang, bila terus dijaga, kelak akan menjadi cahaya besar bagi masa depan daerah ini. (dy)