Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Tengah H. Nuryakin membuka kegiatan Forum Sosialisasi dan Asistensi (Coaching Clinic) Pemenuhan Persyaratan HPK Tidak Produktif Sumber TORA di M Bahalap Hotel.
“Dalam rangka mendorong percepatan pelepasan Kawasan HPK Tidak Produktif untuk sumber TORA ini, maka diselenggarakanlah Sosialisasi dan Asistensi (Coaching Clinic) Pemenuhan Persyaratan HPK Tidak Produktif Sumber TORA,” kata Sekda dalam sambutannya pada Rabu (12/4/2023).
Penyediaan sumber tanah obyek reforma agraria (TORA) yang berasal dari kawasan hutan diharapkannya dapat memberi kepastian hukum atas kawasan hutan sekaligus memberi kepastian hak atas tanah bagi masyarakat serta menyelesaikan sengketa dan konflik dalam kawasan hutan. Selain itu, redistribusi lahan yang ditujukan untuk mengurangi ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah demi kesejahteraan rakyat.
Harapannya areal tersebut dapat segera didistribusikan kepada masyarakat untuk mendukung Program Reforma Agraria. Besar harapan dari Program ini, cita-cita untuk pengentasan kemiskinan dan mensejahterakan masyarakat,” harapnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, Program TORA dari kawasan hutan sudah diidentifikasi dan ditetapkan melalui peta indikatif TORA sejak tahun 2017, yang terdiri atas pertama, kategori kondisi eksisting yang akan dilakukan kegiatan inventarisasi dan verifikasi penguasaan tanah dalam Kawasan hutan (Kategori Inver) dan kedua, kategori kondisi non-eksisting (Kategori Non-inver). Kategori Non-Inver ini antara lain merupakan alokasi Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) Tidak Produktif dari Sumber TORA dan Pencetakan Sawah Baru.
“Program pelaksanaan Reforma Agraria dari kawasan hutan sampai dengan saat ini sudah mencapai lebih dari ±2,8 juta hektar atau sekitar ±69% dari total target 4,1 juta hektar yang terbagi menjadi dua kategori, yaitu kondisi Eksisting (Inver) dan kondisi Non Eksisting (Non-Inver) dengan ±1,6 juta hektar sudah menjadi Area Penggunaan Lain (APL) dan siap untuk diredistribusi sesuai ketentuan bidang pertanahan,” jelasnya.
Dasar dari Kebijakan Pemerataan Ekonomi adalah pemikiran bahwa tidak cukup hanya memberikan equality (kesamaan perlakuan), tetapi perlu diberikan aset/modal (equity) kepada penduduk ekonomi lemah.
Sesuai amanat Agenda prioritas NAWACITA dan RPJMN Tahun 2015-2019 yang dilanjutkan dalam RPJMN 2020-2024, memuat agenda reforma agraria diantaranya adalah mewujudkan tersedianya sumber TORA melalui legalisasi aset (4,5 juta ha) dan redistribusi aset (4,5 juta ha) dengan rangkaian kebijakan tersebut dilakukan melalui kegiatan salah satunya ”Identifikasi kawasan hutan yang akan dilepaskan sedikitnya sebanyak 4,1 juta Ha”. (red)